NEWSKOTA.COM – Fenomena rumah tangga retak usai salah satu pasangan meraih status pegawai pemerintah tampaknya bukan hanya terjadi di Aceh. Kini, kasus serupa mencuat di Kota Pahlawan.
Seorang perempuan bernama Anandari Prila Rizky Pratiwi (39) melaporkan dugaan penelantaran rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya, Galih Satria Alit Widikusuma (36), yang merupakan pegawai di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas Surabaya.
Kepada wartawan, Prila mengaku telah dua tahun ditinggalkan tanpa nafkah layak, dan kini justru menghadapi gugatan cerai dari suaminya.
“Saya sudah dua tahun ditinggalkan tanpa nafkah yang cukup. Saat saya mencoba mediasi lewat berbagai lembaga, suami malah menggugat cerai,” ujar Prila, Kamis (13/11/2025).
Diusir dari Rumah Kontrakan
Perempuan yang kini tinggal di kawasan Waru, Sidoarjo, itu menceritakan dirinya diusir dari rumah kontrakan di Kebraon pada tahun 2023, saat masih menggendong anak mereka yang baru berusia tiga tahun.
“Saya diusir siang hari sambil menggendong anak. Baju saya dilempar keluar, pintu rumah dikunci. Bahkan ada tukang servis AC yang melihat kejadian itu,” tuturnya.
Menurut Prila, awal mula pertengkaran rumah tangga terjadi karena hal sepele — ia menolak mengganti nomor ponsel dan tetap aktif menggunakan media sosial. Hubungan keduanya mulai renggang setelah Prila kehilangan pekerjaan di perusahaan swasta akibat pandemi COVID-19.
Dugaan Pihak Ketiga
Prila menduga retaknya rumah tangga mereka diperparah oleh kehadiran orang ketiga. Ia mengaku menemukan indikasi kedekatan sang suami dengan perempuan lain yang dikenalnya lewat media sosial.
“Saya memang menduga ada orang ketiga, tapi saya tidak mau memperpanjang soal itu. Saya hanya ingin keadilan,” kata Prila.
Nafkah Tak Layak dan Gugatan Cerai
Meski tidak lagi tinggal serumah, Prila menyebut Galih hanya memberikan nafkah sekitar Rp500 ribu dua bulan sekali, itupun tidak rutin.
Ia juga menyoroti kejanggalan dalam gugatan cerai yang diajukan suaminya ke Pengadilan Agama.
“Suami saya mengaku menggugat pada 5 September 2025, tapi dari keterangan kantor BBWS Brantas, gugatan baru dilaporkan 16 Oktober 2025,” ungkapnya.
Lapor ke Berbagai Lembaga
Berbagai langkah telah ditempuh Prila, mulai dari membuat laporan ke www.lapor.go.id
, mengajukan mediasi ke kantor BBWS Brantas, hingga mendatangi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) Nginden Semolo, Surabaya.
“Saya sudah ajukan permohonan mediasi di BBWS Brantas dan sedang menunggu proses lanjutan. Tapi suami justru menggugat saya saat proses mediasi belum dimulai,” jelasnya.
Harapan Keadilan
Melalui laporannya, Prila berharap kasusnya mendapat perhatian dari instansi terkait. Ia juga meminta agar tempat suaminya bekerja menegakkan kode etik aparatur negara, terutama dalam hal tanggung jawab terhadap keluarga.
“Saya hanya ingin ada keadilan, baik untuk saya maupun anak saya,” tegasnya. (FAX)




